Sejumlah dokter ahli yang ikut andil dalam aksi mogok kerja dimutasi ke puskesmas di pedesaan.
Berita
Laporan: Syamsul Bahri
BULUKUMBA, TRIBUN TIMUR.COM -- Bupati Bulukumba Zainuddin Hasan hari ini akhirnya memutasi dua dokter ahli di RSUD Sulthan Dg Radja setempat.
Dua dokter tersebut adalah dr Wiwiek dan dr Rizal. Khusus Wiwek ditempatkan di Puskesmas Kajang sekitar 41 kilometer dari Bulukumba. Sementara dr Rizal ditempatkan di Puskesmas Caile.
Bupati menolak jika mutasi itu dilakukan karena sebelumnya bertindak sebagai kordinator demo dan memobilisasi perawat lainnya yang ikut demo. (*)
akhirnya mundur dari PNS
BULUKUMBA- Sejumlah dokter ahli yang menggerakkan aksi mogok di Rumah Sakit Umum Sultan Daeng Radja, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, dimutasi ke puskesmas.
Sebagian dari mereka memilih mundur dari pegawai negeri sipil (PNS) karena menilai mutasi tersebut tidak wajar dan menyalahi aturan.
Kisruh antara pegawai dengan pengelola RSUD Sultan Daeng Radja masih terus bergulir. Akibatnya rumah sakit yang menampung pasien dari 10 kecamatan ini terancam kekurangan dokter spesialis.
Sejumlah dokter ahli yang ikut andil dalam aksi mogok kerja dimutasi ke puskesmas di pedesaan. Salah satunya dr Rizal SpOg, satu-satunya dokter spesialis kandungan yang tersisa di RSUD yang juga dimutasi.
Saat ini jumlah dokter ahli di RSUD Sultan Daeng Radja sudah sangat minim. Padahal pasien sangat membutuhkan dokter spesialis di rumah sakit.
Lucunya lagi, ada kemungkinan pasien akan dirujuk dari rumah sakit ke puskesmas.
Berbeda dengan dokter spesialis anak, dr Wiwik SpA. Ketimbang dimutasi, dia lebih memilih mundur dari PNS. Wiwik termasuk salah satu dokter yang dimutasi ke puskesmas sebagai buntut aksi mogok pegawai yang menuntut pembayaran jasa yang mandul sejak 2009.
Apalagi, peran Wiwik dalam aksi sangat besar. Dia adalah juru bicara aksi mogok yang sempat melumpuhkan aktivitas rumah sakit.
RSUD Sultan Daeng Radja pun kini di ujung tanduk. Dokter ahli kini tinggal enam orang. Itu pun beredar kabar akan ada lagi dokter yang akan mengundurkan diri dari PNS, belum lagi yang meminta pensiun dini.
Dampaknya, sejumlah warga beramai ramai turun ke jalan meminta agar bupati merombak manajemen rumah sakit.
Selain itu, warga juga mengecam mutasi sejumlah dokter ahli yang sangat merugikan pasien. Mereka meminta aga dokter ahli yang dimutasi ke puskesmas dikembalikan ke rumah sakit.
Press Release Aksi Demo Mahasiswa Kedokteran Unhas, 11 April 2011
Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dari kehidupan seseorang. Kesehatan sebagai hak asasi telah menjadi kebutuhan mendasar dan tentunya menjadi kewajiban negara dalam upaya terselenggaranya pelayanan kesehatan yang terjangkau, berkualitas, dan berkeadilan.
Kesehatan juga komponen pembangunan yang memiliki nilai “investatif”, hal ini dikarenakan berbicara tentang kesehatan maka akan membicarakan juga tentang ketersediaan tenaga siap pakai dalam hal ini sumber daya manusia yang sehat dan produktif tentunya.
Salah satu upaya dalam memajukan tingkat kesehatan tentunya adalah tersediannya tenaga kesehatan yang memadai dan merata sehingga memungkinkan setiap masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan.
Mengingat pelayanan kesehatan tidak hanya dinilai dari tersedianya fasilitas tetapi juga tersedianya tenaga kesehatan baik tenaga medis maupun paramedis tentunya dalam upaya mewujudkan pelayanan prima perbaikan tidak hanya dilakukan pada pembangunan fasilitas tetapi juga melalui peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan.
Aksi pemogokan tenaga medis dan paramedis di RSUD A. Sultan Dg Raja sebagai wujud protes terhadap tidak dipenuhinya hak atas jasa medis dan paramedis sejak tahun 2009-2011 berbuntut pada dimutasikannya 2 orang dokter spesialis ke puskesmas setempat.
Tidak tanggung-tanggung total jasa medis dan paramedis yang belum terbayarkan tersebut mencapai 3,2 M. Sangatlah tidak adil ketika pemerintah dan masyarakat menuntut pelayanan yang berkualitas sementara disatu sisi hak-hak para tenaga kesehatan tidak kunjung terpenuhi.
Kebijakan pemerintah Kab. Bulukumba yang memutasikan 2 orang dokter spesialis ke Puskesmas setempat merupakan cerminan pemerintahan yang anti kritik,anti-demokrasi,dan juga arogan serta sewenang-wenang terhadap aparatnya. Kebijakan tersebut jauh sangatlah irasional dan bahkan tidak sesuai dengan prosedural disatu sisi kebijakan tersebut justru menginjak-injak harkat dan martabat profesi dokter.
Dimana letak kebenarannya dokter spesialis ditempatkan dipuskesmas sementara di rumah sakit sendiri tidak tersedia tenaga dokter spesialis. Dan sekali lagi ujung-ujungnya masyarakatlah yang paling merasakan dampak dari Arogansi dan Kesewanang-wenangan Pemerintah karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Inikah potret pemerintahan yang demokratis,inikah harapan kita akan masyarakat yang sehat, dan inikah wujud negara yang menjunjung tinggi keadilan? Bisa jadi kasus di Bulukumba ini hanyalah satu diantara ribuan kasus serupa yang menimpa para tenaga kesehatan diseluruh Indonesia…
Untuk itu;
- 1. Stop arogansi penguasa terhadap profesi kesehatan
- 2. Cabut SK Mutasi 2 dokter terkait
- 3. Wujudkan jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan Jamkesmas dan Jamkesda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar