Nurdin Halid Gagal Meniru Khadafy
Keduanya sama-sama ngotot mempertahankan masa kepemimpinannya. Bedanya, yang satu punya nilai tawar, yang lainnya tidak.
Moammar Khadafy sepertinya ingin menunjukkan label yang pernah dimilikinya sebagai salah satu singa Timur Tengah, selain Saddam Hussein dan Hafez Al-Assad. Buktinya gempuran pasukan koalisi yang dipimpin Inggris dan Prancis untuk meruntuhkan kekuasaannya di Libya belum bisa memaksanya turun.
Khadafy memang keukeuh dengan keputusannya untuk tetap memimpin Libya, meski publik sudah tak menghendakinya lagi. Tak seperti Hosni Mubarak, pemimpin Mesir yang memilih turun setelah didesak warganya sendiri.
Khadafy mengklaim dirinya masih layak memimpin Libya. Sejuta alasan diungkapkan Khadafy untuk membenarkan bahwa dirinya memang 'The Spesial One' untuk Libya.
Benarkah demikian? Tidak ada yang tahu kecuali masyarakat Libya sendiri, karena mereka yang tahu apa yang terbaik untuk mereka sendiri. Dan demikian juga masyarakat sepakbola Indonesia dengan perkara Nurdin Halid-nya.
Oleh M Yanuar F
Ya, sepertinya apa yang terjadi di lingkup persepakbolaan nasional kita tak lepas dari kisruh di tubuh PSSI dan keukeuh-nya Nurdin Halid untuk terus berkuasa, meski setelah pemerintah mengambil tindakan tegas dengan tak lagi mengakui kepemimpinannya. Nurdin mungkin terinspirasi oleh Khadafy. Tapi ini masih mungkin lho.
Entah apa yang membuat Nurdin ingin sekali bertahan di kursinya sekarang ini, merasa dia adalah orang yang tepat memimpin PSSI, bahwa dia adalah 'The Chosen One'. Siapa pun tahu Nurdin tak memiliki nilai tawar yang bagus untuk bisa mempertahankan jabatannya.
Melihat dari sisi prestasi. Well, timnas Indonesia di bawah kepengurusannya miskin tropi juara. Nurdin hanya bisa membanggakan penyelenggaraan Piala Asia 2007 yang diklaimnya sukses besar.
Untuk kompetensi, hm melihat banyak pihak yang terus memperkarakan PSSI, mulai dari pembayaran hotel untuk tim Bayern Muenchen yang berkunjung ke Indonesia yang belum lunas, atau masalah tiket masuk pengunjung untuk even internasional yang tak bisa jauh dari keruwetan, Anda semua bisa menyimpulkan dan menilai sendiri bagaimana kompetensi PSSI.
Untuk melihat dosa-dosa Nurdin lainnya, sepertinya Anda bisa menemukan dengan mudah di toko-toko buku di seluruh Indonesia, karena sudah dibuat buku khusus untuk itu. Banyak bukan.
Jika dibandingkan Khadafy, Nurdin pastinya bukan apa-apa. Khadafy punya posisi tawar yang bisa dibilang menjadi kartu AS, yaitu kandungan minyak yang melimpah di bawah bumi Libya.
Dari catatan statistik OPEC, Libya termasuk salah satu penyumbang minyak terbesar di dunia. Bahkan krisis minyak yang terjadi saat ini juga karena Libya tidak menyetor 'tabungan' mereka untuk dibagikan ke dunia. Posisi tawar yang luar biasa memang.
Di sinilah perbedaan yang cukup signifikan, di mana posisi tawar masing-masing orang menjadi andalan. Untuk Nurdin, nilai tawarnya nol besar.
Jadi, bila di era Nurdin selama periode kepemimpinannya, Indonesia tak bisa lagi menuai prestasi, memang sudah waktunya Indonesia mendapatkan lagi orang-orang yang lebih berkompeten untuk mengurus sepakbola Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar