Awas, NII Menyusup Lewat Facebook dan Twitter
Thursday, April 14, 2011, 22:00
Kemerdekaan Indonesia yang diraih pada 1945 sepertinya tidak membuat puas segelintir kelompok di negeri ini. Sebab, empat tahun kemudian tepatnya pada 7 Agustus 1949, NII (Negara Islam Indonesia) diproklamasikan.
SEJAK saat itu, gerakan NII terus berkembang hingga saat ini. Kini, gaya perekrutan NII tak hanya mengandalkan pendekatan konvensional. Modernisasi yang melahirkan kecanggihan teknologi juga tak luput dari pantauan NII.
Alhasil, NII yang gemar merekrut anggota setelah melalui proses pencucian otak ini, saat ini juga sudah beraksi di dunia maya. Mereka semakin lihai memanfaatkan kecanggihan teknologi. Aktivis NII kini mengincar targetnya lewat jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Bahkan, lewat surat elektronik sekalipun.
“Mereka itu sekarang makin lihai. Nggak cuma pendekatan langsung tapi juga lewat jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan juga e-mail,” papar Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center, Sukanto kepada wartawan, Rabu (13/4/2011) kemarin.
Dijelaskan Sukanto, kelompok pencuci otak ini kerap memanfaatkan cara-cara baru guna mendekati calon korbannya. Namun, modus yang digunakan setelah korban merasa tertarik dari tahun ke tahun, masih tetap sama.
”Apa yang diomongkan saat perekrutan selalu sama. Doktrin yang diberikan kepada korban selalu sama,” urai pria yang akrab disapa Anto ini.
Menurut Anto, kejadian yang menimpa Laila Febriani (26) adalah bukti konkrit aksi pencucian otak yang diduga dilakukan oleh KWIX NII. Seperti diketahui, perempuan berkerudung ini hilang sejak Kamis (7/4/2011) setelah makan siang dengan temannya di Jakarta. Ia kemudian ditemukan di Masjid Ata’awwun, Puncak, Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/4/2011) lalu.
Saat ditemukan, Lian dalam kondisi menyedihkan. Ia hilang ingatan. Jangankan ingat keluarganya, namanya sendiri bahkan ia lupa. Dia mengaku namanya Maryam bukan Lian. Bahkan, suaminya, Teguh Simanjuntak yang datang menjemput pun tidak dikenalinya.
Anto menduga, Lian sengaja dibuang karena dianggap tidak bisa berkontribusi untuk organisasi yang merekrutnya.
”Lian itu linglung, saya kira dia sengaja dibuang. Dia sengaja dilepas karena dianggap tidak akan berkontribusi apa-apa,” nilai mantan anggota NII ini.
Menurut Anto, para korban yang baru saja melewati proses perekrutan biasanya akan merasa tercerahkan. Namun, ada pula beberapa orang yang justru linglung dan kebingungan.
Sebab itu, Sukanto yang pernah menjabat sebagai Camat di NII ini, mengimbau para pengguna internet agar lebih waspada. Utamanya jika mendadak “didekati” oleh seseorang yang tidak dikenalnya.
“Kalau tiba-tiba ada yang intens mendekati, mengajak ngobrol lewat jejaring sosial, waspada,” papar pria yang akrab disapa Anto ini.
Pondok Pesantren Al Zaitun dan Gerakan NII Bagai Mata Uang
Thursday, April 14, 2011, 22:00
Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center (NCC) Sukanto mengatakan selain menjadi pemimpin Pondok Pesantren Al Zaitun, Indramayu Abdussalam Panji Gumilang juga tengah menjadi pimpinan utama kolompok Negara Islam Indonesia (NII).
TAK tertutup kemungkinan, anak buah Abdussalam Panji Gumilang ditugaskan mencari anak-anak muda, baik melalui kampus, sekolah, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan, untuk direkrut menjadi simpatisan NII tersebut.
Sukanto sendiri orang yang sudah malang melintang di NII. Dia direkrut NII setelah lulus SMA pada tahun 1996 dan pernah menjabat sebagai camat NII wilayah Tebet, Jakarta Selatan. Setelah keluar dari NII, Sukanto dan rekannya sesama mantan NII, Ken Setiawan, membentuk NII Crisis Center untuk membantu masyarakat yang menjadi korban NII sekaligus sebagai gerakan anti-NII.
Mantan wakil camat NII untuk wilayah Karanganyar, Kebumen, Bachtiar Rivai juga menyatakan Panji Gumilang atau Abu Toto merupakan pemimpin NII. Meski memiliki struktur tidak ubahnya sebuah negara, karena NII merupakan gerakan bawah tanah, maka jaringan ini beroperasi dengan sel tertutup.
Sesama camat belum tentu kenal dengan pejabat NII lainnya. Anggota seringkali hanya mengenal perekrut dan gurunya. Sementara petinggi negara mereka tidak diberi tahu, mereka hanya diwajibkan percaya saja. Dan dalam NII, semua nama sudah bukan lagi nama aslinya. “Kalau pemimpinnya Panji Gumilang pernah disebut pas acara NII. Tapi kalau pejabat lain saya tidak tahu, karena dirahasiakan, kita hanya diminta percaya saja,” kata Bachtiar.
Pengamat terorisme yang juga mantan anggota NII Al Chaidar menyatakan NII biasa melakukan pencucian otak pada orang yang mengalami kekeringan spiritual.
“Biasanya mereka tidak menggunakan cara hipnotis. Mereka melakukan brainstorming kepada seseorang yang mengalami kekeringan spiritual untuk menanamkan ideologi,” ujar Al Chaidar.
Dalam gerakan NII, pencucian otak biasa dilakukan untuk merekrut anggotanya. Pencucian otak dilakukan untuk menanamkan ideologi, hingga si korban bisa dibina sesuai tujuan mereka. Setelah cuci otak dan menjadi anggota NII, korban pun diminta berganti nama.
Sayangnya, meski korbannya sangat banyak, sangat sedikit kasus korban NII yang ditangani polisi. Kasus korban NII mirip korban perkosaan yang malu melaporkan telah menjadi korban kejahatan gerakan NII. Hingga kini pun polisi belum berbuat banyak untuk menindak gerakan NII ini.
Hasil penelitian yang dilakukan Majelis Ulama Indononesia, K.H. Ma’ruf Amin sebagai Ketua Tim Peneliti ma’had Al-Zaytun, juga mengatakan terindikasi kuat adanya relasi antara ma’had Al-Zaytun dengan organisasi NII KW IX. Hubungan tersebut bersifat historis finansial dan kepemimpinan.
Hubungan historis itu terlihat pada gerakan mereka yang melakukan pencucian otak kepada orang-orang yang sangat kekeringan spiritual agama.
-------------
Kasihan anak-anak remaja kita sekarang ini. Yang alim mau belajar agama secara baik-baik, diincar setan model NII Al-Zaitun itu. Kalau dibiarkan tanpa agama dan pengawasan, di bisa menjelma menjadi remaja setan betulan, yang sukanya: dugem, narkoba dan sex bebas. Terus bagiamana orang tua di negeri ini bisa mendidik anak-anaknya dengan tenang?
Agar jangan mudah ketepu, silahkan pelajari sepak terjangnya di situs ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar