Takashi Tokita, Produser, Senior Manager, Mobile Business Division, Square Enix datang ke Indonesia. Lelaki yang telah berkecimpung di industri game Jepang selama 27 tahun ini terkenal karena membuat sebuah game yang melegenda, Final Fantasy. Kedatangannya ke Indonesia untuk memberi kuliah umum seputar perkembangan industri mobile game sekaligus mempublikasikan kompetisi game untuk platform Android yang diselenggarakan oleh Square Enix (Jepang) dan Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi (MIKTI-Indonesia).
Takashi Tokita lahir di Jepang, 24 Januari 1965. Ia memulai karirnya di industri game sebagai pekerja part time sekaligus pegawai training di perusahaan bioskop. Tahun 1983 ia bergabung dengan Nintendo Entertainment System (NES) dan bekerja sebagai desainer grafis untuk membangun game. Selain itu, ia juga kerja part time di majalah dan part time di Square (saat ini menjadi Square Enix) sebagai desainer grafis.
Dalam dunia desainer grafis, proyek yang telah dibuatnya adalah Alien2, Dragon Guest atau Dragon Warrior, Final Fantasy, Hanjuku Hero, Makai-toshi SaGa, namun yang paling membuatnya dikenal banyak orang adalah dari game Final Fantasy (FF). Ia masih bekerja part time untuk membuat sound effects di FF 1, 2, dan 3.
Ia juga merupakan main planner untuk tiga judul FF tersebut. Sejak FF 4, Tokita memilih bekerja full time di Square tahun 1991. FF 4 adalah standar baku untuk semua sekuel Final Fantasy, sehingga Tokita memutuskan untuk fokus memegang proyek sekuelnya.
Dalam karir sebagai produser, ia telah memproduseri Hanjuku Hero untuk 3 judul, juga membuat game-game dengan teknologi 2 dimensi dan 3 dimensi. Tahun 2006 ia menjadi produser untuk Nanashi No Game. Untuk proyek Final Fantasy "The 4 Heroes of Light" dan Final Fantasy Legend (untuk mobile phone), ia terjun langsung sebagai direktur. Proyek terakhirnya adalah FF4 Complete Collection (untuk PSP). Kini, karena ia memegang divisi mobile bisnis di Square Enix dan telah menyiapkan 5 proyek untuk platform smartphone. Ke depan, khusus untuk platform Android, ia menyiapkan kerja sama dengan game developer dari Indonesia dengan mengadakan kompetisi game.
Tokita telah datang ke Indonesia dan tempat yang pertama kali dikunjunginya adalah Bandung dan menyusul Jakarta serta Yogyakarta. Usai memberi kuliah umum di Institut Teknologi Bandung (ITB), Selasa (9/8/2011), Tokita memberi kesempatan kepada wartawan untuk melakukan tanya jawab langsung kepadanya. Berikut hasil tanya jawab yang berhasil disusun Kompas.com.
Anda telah 27 tahun berkecimpung di industri game, apa pendapat Tokita tentang game itu sendiri?
Game bagi saya adalah tempat yang sangat luas untuk berkomunikasi. Komunikasi antara game developer dengan gamer, juga antara gamer dengan gamer lainnya. KIta bisa berkumpul di satu dunia khayalan yang menyenangkan, lalu bertemu di dunia nyata seperti sekarang, karena ketertarikan yang sama.
Bagaimana caranya membangun sebuah game yang established dan tidak membosankan untuk gamer?
Sebelum membuat game, pikirkan dulu konsep game yang tidak terbatas, konsep game yang tidak memiliki tenggat waktu. Buat konsep yang matang tentang genre game, target gamer, teknologi yang digunakan, dan tim yang akan membangunnya. Diperlukan kolaborasi yang solid antara artis, desainer grafis, script writer, produser, direktur game itu sendiri. Jangan lupa sound efek juga sangat penting.
Square Enix merupakan tim yang terbukti telah menghasilkan game yang terkenal di Jepang. Tapi apakah Tokita menyadari bahwa anda lebih terkenal dari anggota tim anda yang lainnya? Menurut Tokita, mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Mungkin karena saya sudah mencoba semua pekerjaan yang ada di dalam tim, sehingga saya lebih dikenal baik di dalam tim maupun di luar tim. Saya sudah pernah mengurusi sound effects, menjadi desainer grafis, menulis cerita, bahkan menjadi produser dan direktur proyek. Semua pernah saya kuasai dan jalankan.
Apa proyek terbaru Tokita saat ini?
Saat ini saya sedang memimpin 5 proyek untuk smartphone. Proyek pertama adalah membuat fitur porting versi ponsel untuk "Final Fantasy Legends". Proyek kedua, adalah game dengan konten yang full music. Proyek ketiga adalah game petualangan dengan gaya retro. Proyek keempat adalah game yang betul-betul baru dengan format seperti buku elektronik. Proyek kelima adalah cultivation game dengan sentuhan komik termasuk fitur SF.
Mengapa Tokita beralih ke platform smartphone?
Saya melihat perkembangan industri smartphone cukup pesat. Saat ini orang lebih banyak menggunakan ponsel dibandingkan PC, terutama karena smartphone sudah bisa menggantikan PC untuk atifitas mobile, sehingga kebutuhan akan smartphone meningkat.
Selama ini sasaran gamer Square Enix adalah hardcore gamer (PC), mengapa sekarang anda membuat game untuk casual gamer (smartphone)? Apakah untuk memperluas pasar gamer yang dimiliki Square Enix saja, atau untuk memindahkan kebiasaan hard core gamer menjadi casual gamer?
Square Enix tidak ingin memindahkan kebiasaan hardcore gamer menjadi casual gamer. Kami hanya mengikuti tren perkembangan smartphone di dunia dan mencoba beradaptasi dengan membuat game-game di ponsel untuk para casual gamer.
Bagaimana pendapat Tokita tentang perkembangan industri mobile game ke depan?
Industri mobile game akan berkembang pesat dan Square Enix berencana akan memasukkan konten pendidikan ke dalam game mobile.
Bagaimana pendapat Tokita tentang kompetitor?
Saya tidak pernah khawatir dengan kompetisi dan kompetitor, ini sebuah tantangan untuk saya.
Bagaimana pendapat Tokita tentang perkembangan industri game di Indonesia?
Industri game di Indonesia akan berkembang pesat, terutama pada platform mobile game. Dengan pembelian smartphone yang tinggi di Indonesia, bisnis game di Indonesia seharusnya bisa lebih berkembang. Banyak orang kreatif yang belum memiliki perusahaan harus dirangkul oleh perusahaan besar agar game mereka bisa dikembangkan.
Tokita telah mengunjungi satu studio animasi dan satu studio game di Bandung. Bagaimana pendapat Tokita setelah melakukan kunjungan tersebut?
Saya jadi teringat masa-masa muda saya 20 tahunan yang lalu, saat saya mulai masuk ke industri game. Saya punya rumah kecil dengan tim kecil yang sangat bersemangat.
Square Enix akan mengadakan kompetisi game di Indonesia. Pemenangnya akan dikontrak eksklusif oleh Square Enix. Mengapa Square Enix memilih Indonesia?
Indonesia memiliki populasi yang besar, memiliki angka penjualan smartphone yang meningkat pesat. Kami sebagai perusahaan yang telah established dan ingin memproduksi game baru untuk platform android, menganggap Indonesia akan jadi pangsa pasar yang bagus untuk game baru kami setelah Jepang. Kami mengadakan kompetisi ini di Indonesia agar pangsa pasar yang besar itu dilayani oleh game developer dari Indonesia sendiri. Mereka tentu lebih tahu selera pasar, konsep dan teknologi yang tepat untuk digunakan di negara ini.
Selain kontrak eksklusif, mungkinkah tim dari Indonesia tersebut bisa bergabung ke dalam perusahaan Square Enix di Jepang?
Kemungkinan selalu ada, selama mereka bisa beradaptasi dan berkolaborasi dengan kami.
* Rad Racer II (1990) - Sound effects
* Final Fantasy III (1990) - Sound effects
* Final Fantasy IV (1991) - Lead designer
* Live A Live (1994) - Director, scenario writer, event design
* Chrono Trigger (1995) - Director
* DynamiTracer (1996) - Producer
* Final Fantasy VII (1997) - Event planning
* Parasite Eve (1998) - Director, story.
* Parasite Eve II (1999) - Special adviser
* Chocobo Racing (1999) - Director
* The Bouncer (2000) - Director, dramatisation
* Hanjuku Eiyuu Tai 3D (2003) - Producer, director
* Egg Monster Hero (2004) - Producer, director
* Hanjuku Eiyuu 4 (2005) - Producer, director
* Final Fantasy I & II: Dawn of Souls (2005) - Producer, design
* Final Fantasy IV Advance (2005) - Supervisor
* Musashi: Samurai Legend (2005) - Producer
* Final Fantasy IV (Nintendo DS remake, 2007) - Executive producer, director
* Final Fantasy IV: The After Years (2008) - Producer
* Nanashi no Game (2008) - Producer
* Final Fantasy: The 4 Heroes of Light (2009) - Director
* Dissidia 012: Final Fantasy (2011) - Special thanks
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar