Ketut Widana dan "Magic Chocolate"
KOMPAS.com - Sebagian orang yang pernah menikmati Magic Chocolate tak pernah menyangka jika Ketut Widana (43), lelaki asli Kabupaten Klungkung, Bali, ini merupakan pemiliknya. Siapa sangka pula usaha menengah ini sukses menembus pasaran mancanegara, seperti Eropa dari cokelat olahannya bersama istri serta belasan karyawan di rumahnya, Batubulan, Kabupaten Gianyar. Kini, omzetnya bisa puluhan juta rupiah setiap bulan.
Padahal, ia lulusan sarjana pendidikan bahasa Inggris Universitas Ganesha (dulu IKIP) Singaraja, yang pernah mengenyam menjadi guru SMP Negeri 2 Singaraja selama dua tahun. Bahkan, tak puas dengan birokrasi sebagai guru, ia pun banting setir menjadi pemandu wisata mulai 1992 sampai lebih dari 10 tahun lamanya.
Namun, ia ingin berubah seperti ia rela melepaskan status pegawai negeri sipilnya demi mengejar kesuksesan lain. Ayah tiga anak ini pun memberanikan diri merintis berdagang bakso sambil perlahan melepas menjadi pemandu wisata. ”Ya, sebenarnya lumayan sudah penghasilan menjadi pemandu wisata ini karena saya dipercaya beberapa agen di sini (Bali). Tetapi, saya merasa belum stabil dan hidup saya tidak dinamis. Saya pun bertekad mencari yang terbaik dan istri saya mendukung itu,” katanya, serius ketika ditemui di rumahnya, pertengahan Februari lalu.
Menjadi pengusaha sukses memang tidak mudah dan itu disadari betul oleh seorang Widana. Meski memiliki bakat alami untuk berwirausaha dari orang tuanya yang berdagang makanan, ia tetap perlu menambah ilmu dari siapa pun. Termasuk belajar dari kegagalan!
Ya, ia gagal berjualan bakso yang hanya bertahan tujuh bulan. Selanjutnya, suami Putu Rien Utami (40) ini berganti dengan usaha budidaya lobster. Hasilnya? Lumayan karena bisa bertahan setahun daripada berjualan bakso. Sayangnya, ia belum puas dengan keberhasilan dari lobster itu.
Tanpa sengaja ia berkenalan dengan teman koki dari hotel ternama di ”Pulau Dewata” Bali. Pertemuan di salah satu kursus wirausaha itu pun membawa keberuntungan bagi Widana. Lalu, tanpa dinyana, ajakan membuat permen cokelat berkualitas dengan harga terjangkau tanpa membuahkan rasa batuk penikmatnya pun ia sanggupi.
Modal Rp 10 juta
Tanpa pikir panjang, ia menghabiskan modal awal sekitar Rp 10 juta. Ya, ia tidak ingin sembarangan lagi setiap kali menekuni usaha sehingga ia pun menginginkan bahan baku cokelat terbaik dan berkualitas.
”Ya, saya ingin membuat permen cokelat terbaik yang tidak menyebabkan sakit tenggorokan atau kehausan sampai-sampai merusak gigi. Saya ingat betul, seorang dokter gigi yang pernah saya datangi selalu mengingatkan pasiennya dengan menempelkan selembar tulisan yang berisikan peringatan agar tidak mengonsumsi cokelat karena merusak gigi,” tuturnya sambil beberapa kali mengerutkan dahi.
Mulailah pada Februari 2007, ia bersama temannya itu membuat sendiri permen cokelat dengan bentuk mungil dan sederhana seperti bentuk hati dengan diberi pegangan sebanyak 500 buah. Mereka pun mengawalinya dengan menitipkan hasil olahannya ke beberapa toko di Gianyar dan Denpasar.
Tetapi, jangan salah, Widana pun tak segan-segan menerima dan mengantarkan pesanan permen cokelat itu ke rumah pemesan. Bahkan, ia pun punya pengalaman menarik dengan mengantar permen cokelat berbentuk hati ke sekolah sang pemesan. ”Bayangkan, ternyata, permen cokelat pesanan yang saat itu harganya tidak lebih dari Rp 10.000 itu saya antar dan dipakai untuk menyatakan cinta kepada perempuan incaran hatinya. Sekarang jika saya mengingatnya, saya tertawa sendiri,” ujarnya sambil tertawa.
Rasa olahan permen cokelat Widana yang berbanderol Magic Chocolate ini pun berkembang dari cokelat murni, cokelat bercampur mete, cokelat kismis, sampai cokelat berduet dengan kemiri. Hmmm... rasanya memang tak kalah nikmat dengan cokelat buatan luar negeri.
Soal kemasan, ia bisa dikatakan menjadi salah satu pemimpin dari kemasan produk lain, termasuk dari luar negeri. Magic Chocolate produksi UD Utami ini mudah dicari karena memiliki ciri khas di pembungkusnya yang memasang foto-foto budaya dan seni Pulau Dewata, antara lain tarian barong, pendet, baju adat, lokasi obyek wisata. Satu lagi, kalau membeli jangan lupa membalik kotaknya. Mengapa? Foto yang terpajang di depan kemasan terdapat penjelasannya di balik kemasannya.
”Kemasan ini pun menginspirasi saya mengapa tidak sekaligus mempromosikan pariwisata Bali. Saya memiliki kemampuan berbahasa asing dan memiliki pengalaman menjadi pemandu wisata. Informasi pariwisata itu dibutuhkan di mana saja dalam kesempatan apa saja. Jadi, kemasan pun bisa menjadi media bagus untuk promosi tanah kelahiran saya. Nah, jadilah seperti sekarang ini dengan jumlah sekitar 30 desain kemasan untuk 30 rasa berbeda,” jelasnya antusias.
Berbicara mengenai harga, Widana belum mau menjualnya sama dengan produk cokelat asing. Meskipun rasa dan kualitasnya tidak kalah bersaing. Harganya bervariasi sesuai rasanya dan ukuran kotak mulai dari Rp 5.000 per biji hingga sekitar Rp 400.000 per kotak. Alasannya, ia masih dalam tahap mengenalkan produk cokelatnya yang sekarang baru berusia empat tahun.
Menurut dia, harga yang murah tidak selalu mencerminkan produk itu murahan. Baginya, kepuasan pelanggannya dan mampu terus menggaji karyawannya, itu sudah kelegaan. Artinya, usahanya berjalan lancar dan laku. Tujuannya, siapa pun yang mencicipi cokelatnya bisa terkejut dan mengatakan, rasanya memang magic di mulut. Itu dulu terwujud.
Magic Chocolate bisa unjuk gigi dengan berproduksi lebih dari 30.000 kotak per bulan. Tetapi, inovasi rasa bagi Widana tak kan pernah ada akhirnya. Cita-citanya pun ingin memiliki pabrik cokelat yang semuanya bahan baku dari Pulau Dewata kelahirannya. Oleh karena itu, ia pun memotivasi dirinya dengan tak segan mengatakan ini cokelat asli, asli Bali, Bli!
Sorry agan-agan, ane mual dengan segala macam berita kekisruhan politik, bencana dsb
Jadi ane posting berita soal makanan enak dan kegigihan orang berwirausaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar